Rabu, 28 November 2012

=== Aku tak Percaya ===

Sayang, aku kangen kamu.

Aku sendiri tak ''hampir'' tak percaya dengan apa yang aku rasakan sekarang. Aku begitu merindukanmu, aku begitu menyayangimu. Aku tak ingin menggantikanmu dengan siapapun. Aku ingin memeluk tubuh mungilmu, aku ingin mengecup bibir lembutmu lagi. Ya, lagi. Karena hal ini sudah pernah terjadi sebelumnya. Entah begitu sulitkah aku untuk melupakanmu, bahkan hampir tiap malam kau hadir dalam mimpiku. Terkadang aku menyebutnya ''nightmare'' terkadang juga kuanggap mimpi indah. Ya, mimpi indah yang ''buruk''.

Aku tau, kau akan mengatakan kalau semua itu tidak akan mungkin terjadi. Aku bisa maklum kau mengatakan begitu. Aku pun tau diri, siapa aku, dan bagaimana aku sekarang. Aku hanyalah seorang pemalas yang kini tidak punya apa-apa. Tentu bukan orang yang kau ''cari''. Kau membutuhkan ''pendamping'' hidup yang telah **sukses**. 

Aku sudah pernah menulisnya, tapi mungkin aku belum pernah menyampaikannya padamu. Pada titik ini aku tak pernah ingin menjadi orang yang sukses. Yang aku inginkan hanyalah menjadi orang yang berbahagia di dunia dan di akhirat. Aku tak ingin jadi orang sukses, karena aku tak ingin kau dapat melihatku lagi. Aku tak akan membiarkanmu melihatku menjadi orang sukses. May be this is the dumbst thing you ever heard. Who cares?

=== Itu Negatif Kawan ===

Aku tahu, mungkin ini bukanlah catatan yang enak untuk dibaca. Jika menurut Anda begitu, berhentilah mengoceh dan tutup halaman ini. Anda tidak disarankan membaca tulisan ini kecuali Anda hanya ingin mengetahui maksud tulisan ini.

 

Setiap orang mungkin punya cerita miring tentang sahabatnya, kawan-kawannya, atau bahkan mungkin saudara-saudaranya. Beberapa memilih untuk menyimpannya, beberapa yang lain akan meminta izin kepada yang lain untuk ''menggembor-gemborkan'', dan beberapa yang lainnya akan membuatnya menjadi bencana. 

 

Kurasa seseorang akan menceritakan cerita miring tentang sahabatnya jika dia membencinya. Itu akan menambah kebenciannya akan sahabatnya itu. Entah seberapa kadar kebenciannya, karena aku juga tak pernah tau adakah alat ukur atau tolok ukur kebencian seseorang terhadap sesuatu/orang.

 

Tulisan ini ingin kutuliskan karena aku pernah mendengar dari sahabatku, bahwa dua sahabatku yang lain sedang menceritakan atau mungkin lebih tepat mengungkapkan kejelekan-kejelekanku. Aku pun tak tanya kejelekan yang bagaimana. Aku hanya tau, mereka melakukan itu karena mereka sudah sangat membenciku. Atau menganggapku sudah sangat **TIDAK** deh pokoknya. 

 

Anda mungkin pernah mengalami hal seperti ini misalnya : Anda memiliki sahabat, sebut saja si A dan si B. Dengan si A Anda akan mendengarkan atau bahkan menceritakan kejelekan (atau hal-hal negatif lainnya) tentang si B, sebaliknya dengan si B Anda juga akan mendengarkan atau juga bahkan menceritakan kejelekan (atau juga hal-hal negatif lainnya) tentang si A. Rasanya ini hal yang sering terjadi di lingkungan. 

 

Anda tidak perlu merasa sakit hati atau apapun itu dengan tulisan yang saya tulis ini. Toh apa gunanya merasa sakit hati atau tersinggung? Aku tidak mencoba menganggap diriku perfeksionis (perfectionist), mengganggap diri sendiri sempurna. Tidak. Bahkan mungkin apa yang diceritakan oleh kedua sahabatku itu adalah hal yang benar. Tentang kejelekanku itu (atau hal-hal negatif lainnya tentangku) yang mereka ungkapkan pada seorang sahabatku itu, mungkin juga itu adalah merupakan kebenaran. 

Senin, 19 November 2012

Kembang Tidur

Orang bilang mimpi adalah kembang tidur. Untung bukan kembang pasir ya.. 

Aku tak mengerti mengapa kau sering hadir dalam mimpiku. Kau muncul begitu saja lalu pergi tanpa jejak yang jelas. Aku tak mengerti apa maknanya, kau hadir dalam mimpiku dan mengirimiku berbagai macam pesan singkat yang sebagian besar tak ada maknanya, yang sebagian kecil yang lainnya membuatku terkesan. Kau sudah menjadi milik orang, saat ini. Tapi entah mengapa aku tak pernah bisa melupakanmu. 

Kalau istilah 'kegawa kelu'1) berlaku, mungkin mimpi itu karena aku 'kegawa kelu'. Aku terlalu menyayangimu, aku terlalu merindukanmu, aku terlalu mencintaimu cinta ini benar-benar lahir dari rasa kasih sayang. Meskipun apapun yang telah terjadi tidak akan pernah berubah.

 

Aku tau kau tidak akan membenciku, aku juga tau kau masih menyayangiku, tapi pilihanmu sudahlah jelas. Aku sendiri tidak ingin memiliki banyak harapan, tentang apa yang tak perlu lagi kuharapkan. Hanya saja aku tak pernah ingin menghilangkan kasih sayang ini. Biarlah tetap ada, biarlah tetap bersemi dalam hatiku. Aku juga tak berpikir untuk menggantikanmu, tidak ingin membukakan hatiku untuk yang lain. Aku tau orang lain akan menganggap ini salah. Aku juga tau ini bukanlah hal yang baik untukku. Aku hanya tak ingin. Ya, aku hanya tak ingin.

Kalau kau ingin tau apa yang ingin aku ungkapkan hari ini, coba dengarkan "Seandainya" yang dinyanyikan oleh "Vierra". Ya, kelak kau akan menjalani hidupmu sendiri, melupai kenangan yang telah kita lalui. Yang tersisa hanya aku sendiri di sini. Kau akan terbang jauh menembus awan. Memulai kisah baru tanpa diriku. Seandainya kau tau ku tak ingin kau pergi, meninggalkanku sendiri bersama bayanganmu. Seandainya kau tau aku kan slalu cinta, jangan kau lupakan kenangan kita selama ini. {bait-bait lainnya hanya merupakan perulangan}.

 

1)  Aku tidak bisa menjelaskan istilah 'kegawa kelu' dengan bahasa Indonesia secara gamblang, itu adalah istilah jawa. Yang intinya 'terlalu akan sesuatu sehingga terbawa ke hal-hal yang lain, biasanya terbawa mimpi'.

Rabu, 10 Oktober 2012

Kau Sempurna

Di halaman ini aku ingin menuliskan apa yang ada dalam pikiranku saat ini. Aku merasa tersiksa dengan apa yang aku pikirkan sendiri. Orang bilang, ketika kita ingin melupakan sesuatu justru itu akan selalu terkenang/terngiang dalam pikiran kita. Aku masih belum bisa melupakannya, mungkin karena aku masih terlalu memikirkannya. 

 

Buatku kau sempurna, bersamamu aku merasa sempurna, kau melengkapi kehidupanku, tapi lebih dari itu, kau adalah impian terindahku. Tapi kini, impian itu harus aku pendam dalam-dalam. Alasan untuk kalimat-kalimat ini telah aku tuliskan dalam catatanku yang lain. Aku terlalu sering mengulang kata-kata yang justru sebenarnya tidak perlu diulangi. Tapi aku hanya ingin menuliskan apa yang terngiang dalam pikiranku, betapapun seringnya itu muncul dalam pikiranku.

 

Berkali-kali aku dengar darimu, bahwa aku harus dapat membuktikan bahwa aku bisa menjadi orang sukses. Aku selalu menjawab dengan kalimat aku akan berusaha. Kau berkata seolah dengan nada mengancamku, dengan isyarat tangan di leher kau terus melakukannya. Kupikir, aku tidak sedang merasa takut untuk menjadi orang yang sukses. Aku tidak sedang merasa takut untuk dapat membahagiakanmu. 

 

Tahukah kau, bahwa aku tak pernah punya keinginan untuk menjadi orang yang sukses? Aku hanya ingin menjadi orang yang berbahagia, baik di dunia maupun akhirat. Kalau ternyata kau justru hanya mencari orang yang sukses, kau benar tidak memilihku. Aku bukan levelmu. Kau memang tak mengatakannya, tapi kau membuktikannya. Kau menunjukkan apa yang memang kau inginkan. Kau begitu jujur untuk menyakiti perasaanku. Pada akhirnya aku pun menyadari bahwa aku memang bukan orang yang cocok untukmu. Kau ingin sesuatu yang 'wah', sedangkan aku hanya dapat mengatakan 'wah'!

 

Kau sering berbicara dengan kalimat yang ''berantakan'', seringkali aku tak dapat memahami apa yang kamu sampaikan karena di samping itu kalimat-kalimat itu sering kamu tulis dengan singkatan. ''Only recent messages will got response'' itu yang aku pahami dari kamu. Aku pikir itulah sifat kamu yang unik. Aku bahkan tak pernah memandang itu sebagai sisi yang negatif. Kupikir aku pasti dapat menerimamu apa adanya dirimu, bahkan ketika kau bertanya tentang ini (//yang kau ungkapkan tentang kekuranganmu//) kubilang jadilah dirimu sendiri. Aku ingin apa adanya dirimu.

Sabtu, 06 Oktober 2012

Sisi Positif

Kalau kau pernah membaca tulisanku di tempat yang lain atau di blog ini yang berjudul Sisi Negatif, itu sama sekali tidak akan ada hubungannya dengan tulisan ini. Meskipun keduanya memiliki judul yang berlawanan makna.

Dari apa yang telah aku alami, setidaknya ini adalah pengalaman yang tak akan terlupakan. Kali ini aku akan menulisnya dengan perasaan yang sudah tenang. Aku memiliki seorang sahabat kecil, dia adalah temanku sejak kecil, sejak kami berada di perantauan, di Sulawesi Selatan. Aku merasa telah jatuh cinta padanya, bukan sejak pandangan pertama, namun aku sendiri tak pernah mengerti sejak kapan perasaan ini telah ada dalam hatiku.

Sejujurnya, aku tidak ingin menceritakan ulang ini dengan begitu panjang lebar. Aku ingin fokus pada Sisi Positif dari apa yang telah aku alami. Singkat cerita, kami dipertemukan kembali setelah sekian tahun kami tidak bertemu. Tanpa kuduga, dia memiliki perasaan yang sama denganku. Kami pun mulai berhubungan, berkomunikasi, dan berakrab-akraban.

Tanpa kuduga pula, pada lebaran hari kelima dia mengatakan sesuatu padaku, bahwa dia akan dilamar oleh orang yang baru dikenalnya. Sungguh terkejutnya aku. Ternyata dia memilih menerima lamaran orang yang baru dikenalnya. Pikiranku kacau tak karuan. Mungkin ini yang ada dalam hatiku : perasaan marah, benci, ingin berontak, dan perasaan kacau yang lain bercampur menjadi satu. Pada hari itu juga aku pergi ke makam mbahku di Sidareja, dengan sedikit menyesal karena pada bulan puasa maupun pada bulan syawal aku tidak nyekar. Di sana aku sempat menulis beberapa paragraf yang dapat kau baca di bloggu yang berjudul Semua Tentang Uang. Aku tidak pernah tau apakah judul itu sesuai dengan isinya atau tidak, tapi setidaknya itulah yang ada dalam pikiranku ketika dia melepaskanku setelah aku kehilangan pekerjaanku.

Dari semua itu, di dasar hatiku sebenarnya aku telah berpikir bahwa lebih banyak dampak positif ketimbang negatifnya tentang semua ini. Di antaranya sebagai berikut :

  • Aku jadi tahu bahwa sebenarnya orang tuaku, ayah dan ibuku, ternyata tidak setuju dengan hubungan kami berdua. Ibuku merasa senang ketika aku mengutarakan hubungan kami berdua hanya karena ingin melihat anaknya juga bahagia. Ibuku telah mengerti gaya hidup keluarganya sejak kami kenal puluhan tahun silam ketika keluarga kami transmigrasi bersama. Bukan bermaksud mengungkapkan hal yang negatif tentang keluarga mereka, ibuku hanya merasa tidak cocok dengan gaya hidupnya yang mewah. Pakaian yang bagus-bagus, bermerk serta mahal, makanan yang meskipun sedikit tapi enak. Itu bukan yang ibuku sukai, keluargaku lebih senang masih bisa makan, makan apa saja seadanya demi menyambung hidup. Betapapun aku mencintainya, pada akhirnya aku harus belajar untuk bisa melepaskannya. Aku bisa memahami apa yang sebenarnya dia inginkan adalah seorang suami yang benar-benar sudah sukses, yang telah memiliki penghasilan yang jelas, yang juga tentunya memiliki pekerjaan yang jelas. Sedangkan aku? Aku bahkan baru saja kehilangan pekerjaanku.
  • Aku jadi mau belajar mengendarai motor. Aku tahu bisa mengendarai motor pada zaman ini bukanlah sesuatu yang membanggakan. Tapi setidaknya, aku melihat dari sisi positifnya. Aku tak lagi merasa kolot seperti sebelumnya. Yang meskipun ketika aku belum lancar mengendarai motor aku berpikir akan takut malas mengendarai sepeda, hal itu terjadi sekarang.
  • Aku tak pernah merasa berpacaran, tapi aku telah merasakan bagaimana itu berpacaran. Sebenarnya aku tak ingin mengatakan hubungan kami sebagai pacaran. Tapi dia mengatakannya, bahwa apa yang kami lakukan adalah sedang berpacaran. Pada dasarnya aku tak peduli itu disebut apa, aku merasa cocok dengannya (pada saat itu), dan aku ingin menjadi pendampinya.
  • Pada akhirnya aku berpikir, aku tak ingin menikah terlalu muda. Apalagi dengan kondisi aku tak memiliki pekerjaan yang tetap. Aku punya cita-cita, bahwa pada suatu saat nanti ketika aku sudah berkeluarga aku tak ingin membiarkan istriku keluar rumah untuk mencari nafkah. Biarlah itu tetap menjadi pekerjaan suami. Kupikir setiap lelaki juga punya impian seperti ini. Setidaknya aku memiliki impian seperti itu. Kupikir aku tak perlu merasa takut dengan impianku itu.

Minggu, 30 September 2012

Hantui Mimpiku

Catatan Lama

Ini adalah catatan lama yang tersimpan dalam arsip/map yang masih tertata rapih di lemariku. Aku membukanya kembali, dan aku menemukan catatan yang belum sempat terpublikasi. Kali ini aku ingin mengangkatnya ke awan. Setidaknya ini akan bermanfaat buatku sendiri, sebagai kenangan yang tertulis, sebagai angan yang tercatat. Here you are :

wednesday, July 30, 2008, 19:19:36 WIB
  1. Ketika aku mengumpulkan kata melalui media yang bukan hak milikku rasanya sangat mudah dan ketika aku mencoba melakukannya di rental komputer, tak semudah itu.
  2. Terlintas sebuah pertanyaan 'apakah kau membaca catatan tentang rindu?' karena aku sedang membacanya pertanyaan itu muncul begitu saja.
  3. Coba tebak, kata apa yang sedang kucatat! kau tak lagi ada di sampingku seperti biasa yang ada di sini adalah kerinduan. Kerinduan yang kubaca dari pengalaman Ariev Syauqy dadlam bukunya'Karena Aku Rindu Kamu, Risalah “Derita” yang “Nikmat”', aku terpekur, aku hanya bisa mengatakan bahwa apa yang ada dalam buku itu seolah-olah telah mewakiliku, apa yang ingin aku katakan telah ada dalam buku itu. Tapi rasanya aku menjadi manusia yang kurang kreatif —atau bahkan tidak— karena aku hanya mengutik kata-kata orang.
  4. Aku termenung dalam kesadaran keterbatasan proses imajinatif manusia. Tapi kali ini maksudku aku sendiri adalah manusia yang penuh keterbatasan. Seringkali atau setiap kali aku merasa pusing oleh sesuatu yang dapat membuatku pusing, semua orang juga tahu dan merasakannya, sama.
  5. Kalau kau bertanya tentang judul catatan ini, kau cari saja di sebuah kamus yang belum pernah terbaca jenisnya oleh siapapun.
  6. Sialnya aku tak punya benda penyimpanan data pada saat ini sehingga aku hanya dapat menyimpan catatan ini dalam bentuk kertas saja, alias aku tak dapat mengunggahnya sebagai postingan blog-ku : samaalbisatria.blogspot.com
  7. Coba sadari dan renungkan apa yang telah kulakukan dan apa yang harus kulakukan oleh sebab-sebab di atas dan akibat-akibat yang akan datang. Perenungan cinta yang disadari secara bersama akan lebih bermakna. Muncullah suatu perubahan untuk kemajuan di masa mendatang. Jangan lagi terpaku pada peradaban yang menyesatkan.[Samunji]

Hantui Mimpiku

dering-dering suara mesin menyeruak di balik pintu
ruang depan warung ini
kudengarkan jeritan waktu
sesaat sebelum ia tiba di jendela
menanti datangnya hilang
yang menyembuhkan derita berupa rindu
emji datanglah dalam setiap
dengkuran sunyi malamku
mengisi mimpi
yang tiada henti menghantuiku
kau memang seperti hantu
hantu yang ingin dicumbu
oleh bumbu-bumbu asmara cinta kita
kau dan aku bersenyawa1)
menikmati hidup bersama
dalam kesendirian
dan keberpisahan
[Samunji,2008]

1) petikan lagu milik Acca Septriasa

Kamis, 27 September 2012

Impian Terindah

Bagiku kau sangatlah sempurna, lebih dari itu kau adalah impian terindahku. Kini impian itu tinggallah impian. Aku tak pernah membayangkan sebuah impian yang aku citakan akan menjadi tak terbayangkan. Tentu saja yang namanya impian akan menjadi cita-cita. Kini impian itu telah menyisakan perasaan yang mendalam. Aku tak bisa dengan mudahnya menggantikanmu dengan yang lain. Seolah dalam pikiranku masih terucap bahwa kau masih tetap impian terindahku. Bahkan meskipun orang tuaku tidak setuju dengan apa yang aku impikan. Aku tahu, aku juga berpikir apa yang orang tuaku tentukan bukanlah hal yang negatif, tapi itulah yang terbaik buatku. Bahkan ketika aku tahu kau lebih memilih orang yang baru kau kenal ketimbang orang yang telah memimpikanmu ini. Bahkan ketika aku tahu impianku ini hanya akan menjadi kata-kata yang menghiasi lembaran-lembaranku yang tak akan pernah terealisasi. Aku seperti orang sinting yang mencita-citakan kedamaian dalam hati.

Lucu, kau selalu menggunakan kata bukannya untuk menafikan sebuah kenyataan, untuk membenarkan sebuah pernyataan yang salah, atau untuk menyalahkan pernyataan yang benar. Tapi aku berpikir, mungkin itulah sifat istimewa yang kau miliki. Sekali lagi, kau telah menyangkal semua kata-katamu sendiri. Sungguh naifnya diriku. Aku tak pernah tahu bagaimana tanggapanmu tentang kalimat ini, karena aku tak pernah mengatakannya padamu.

[Beberapa kalimat dalam tulisan ini mungkin akan terulang dalam tulisan mendatang]

Kamis, 30 Agustus 2012

Harus Kuakui

Harus kuakui aku masih sayang. Pernah kuungkapkan, betapapun kau telah membuat hatiku hancur berkeping-keping, hatiku masih ingin memanggilmu dengan kata 'sayang'. Betapapun hatiku sakit, aku masih menyayangimu. Entah mengapa, aku masih sulit untuk menghilangkan rasa cinta dan sayangku. Ataukah aku memang tidak boleh menghilangkannya? Tapi kini kau telah menjadi milik orang lain atas keputusanmu sendiri.

Harus kuakui kau telah membuka pandangan hidupku. Kehadiranmu membuat aku merasa perlu untuk belajar. Aku tahu bisa mengendarai motor di zaman sekarang bukanlah sesuatu yang membanggakan, tetapi setidaknya coba bayangkan apa yang Anda pikirkan ketika Anda memulai sesuatu. Setidaknya ini tidak membuatku nampak terlalu kolot.  

Harus kuakui, kata cinta bukanlah kata terindah yang pernah kurasakan. Aku hanya bisa merasakannya sesaat. Harus kuakui, aku bukanlah orang yang tepat untukmu, yang memiliki gaya hidup yang berbeda dengan jalan hidupku. Harus kuakui, aku terlalu mencintaimu, aku terlalu menyayangimu, itu yang pernah aku takutkan. Namun belum sempat aku mengatakannya padamu, kau telah menghancurkan segalanya.

Harus kuakui, kaulah impian terindahku. Kini impian itu hanya akan menjadi impian. Impian yang kuimpikan akan menjadi kenyataan, tertnyata kenyataan itu hanyalah mimpi. Harus kuakui, pernah kuberpikir kau sangat sempurna buatku, rasanya aku terlalu banyak berpikir dan aku seolah terlahir sebagai manusia yang serba tersalahkan. Apapun yang aku lakukan adalah kesalahan.

Harus kuakui, ternyata orang tuaku lebih tahu apa yang terbaik untukku. Dibalik semua ini lebih banyak hal yang positif ketimbang yang negatif. 

Harus kuakui, masih seumur jagung kisah cinta kita. Dan masih seumur jagung pula kau menghancurkan segalanya. Aku masih belum dapat melupakanmu. Aku masih terlalu mencintaimu. Aku juga tahu ini konyol, tapi aku juga tahu kau masih tidak dapat memercayaiku.

Aku masih berpikir kalau semua yang terjadi ini adalah keputusanmu. Aku tak memercayai kata-kata sahabatku yang mengatakan bahwa seorang wanita akan merasakan sakit hati jika pria yang dia cintai tidak dapat melamarnya. Karena bagiku, kau yang telah membuat keputusan itu. Kau yang telah membuat dirimu seperti itu. Aku masih ingin mengatakan : 'kau bilang butuh waktu setahun untuk dapat mengenali dan memahami karakter seseorang', tapi kau justru memilih orang yang baru kau kenal ketimbang aku yang telah kau kenali sejak kita baru mengerti apa itu popok

Aku masih ingin mengatakan apa yang ada dalam pikiranku. Tidak perlu ada yang menghalangiku. Ini duniaku. Kau pun bilang, aku boleh menuliskan apapun dan di manapun. Kau pun tak melarangku. Sekarang, apa yang aku tuliskan hanya sebatas apa yang ada dalam pikiranku, sebatas alur emosiku. Kalau kau menilai tulisanku ini acak-acakan, aku tak akan marah. Ini bukanlah karya sastra, bukan pula karya ilmiah yang menuntut sebuah tulisan harus sistematis dan bermakna.

Aku masih berpikir kau hanya butuh pria yang sukses, bukan pria yang mencintaimu, pukan pula pria yang menyayangimu sepenuh hati. Itu yang paling aku rasakan ketika aku baru kehilangan pekerjaanku, kau terasa makin jauh dariku. Pada saat itu aku belum berpikir sejauh itu. Bodohnya aku. 

Selasa, 28 Agustus 2012

Semua Tentang Uang

"Every  idea is better than this idea" salah satu kalimat yang kudengar dari salah satu episode dalam film "The Big Bang Theory". Tapi kalimat itu memang sangat tidak relevan dengan apa yang hendak aku tulis di sini. Tapi kalimat itu begitu saja muncul di kepalaku ketika aku akan menuliskan ini. Jadi aku putuskan untuk menuliskannya di awal. Sebagai pembuka yang sangat tidak ada kaitannya dengan hal sama sekali tidak berhubungan.
Aku tidak benar-benar ingat apakah saat pertama atau kedua kali bertemu denganmu setelah lebih dari empat tahun kita berpisah. Dalam pertemuan itu aku pernah mendengar kau bicara bahwa kau tidak pernah berpacaran dengan anak yang masih sekolah. Kau dengan lantang mengatakan 'Ora ono duite' (Ind : Tidak ada uangnya). Ditambah dengan patah hati yang kau ungkapkan seolah orang yang sedang benar-benar patah hati. Pada saat itu aku sebenarnya sudah pesimis untuk satu sisi hal yang tidak perlu disesalkan. Oh iya, pada akhirnya aku yakin kalau itu adalah pertemuan kedua. Aku pesimis untuk menjadikanmu pendamping hidupku, karena aku paham dengan kemampuanku sendiri. Tapi ternyata kau mulai menyulut api cintaku. Api ini memang telah menyala, namun belum membara hingga kau menyulutnya.
Aku bahkan melupakan apa yang telah aku pesimiskan, dan mulai terbuai dengan api cintamu. Kau bicara seolah-olah kau benar-benar mencintaiku. Kau berkilah seolah kau benar-benar menyayangiku. Aku mulai terlena dan terlena dan semakin terlena. Karena api cinta ini telah aku pendam selama sekian lama hingga kau menyulutnya menjadi benar-benar api yang menyala. Hingga ketika kau menarik wajahku dan mempertemukan mulut kita, kita bercumbu dan melupakan seluruh masalah-masalah dunia kita masing-masing. Aku benar-benar terlena.
Ketika nafsumu sedang benar-benar tinggi, kau datang menemuiku. Lalu kita mengulangi apa yang pernah kita lakukan di waktu yang lalu. Bahkan kau mengingatkanku pada apa yang telah kita lakukan puluhan tahun silam. Semasa kita sama sekali belum mengerti apa arti kata dewasa, namun kita mendewasakan diri dengan melakukan apa yang orang dewasa lakukan. Sungguh miris memang, but we did. Yes, we did it. Karena rasa penasaran yang mendalam, aku meminta izinmu untuk 'mencicipi' kedua puting kembarmu. Kau pun dengan sukarela (atau mungkin dengan rasa bangga) mempersilahkanku. Seolah kau ingin mengatakan dengan bahasa yang mudah kupahami : 'Go for it' (lakukan saja sesuka hatimu). Aku tahu keduanya tidak montok, tapi cukuplah untuk mengangkat nafsu birahiku. Kita melakukannya selama setengah siang, lebih lama dari sebelumnya. Kita melakukannya di dalam ruangan yang tidak benar-benar tertutup. Tidak ada pintu permanen di salah satu sudut ruangan itu. Siapapun dapat menerjang masuk dan memergoki kita, tapi itu tidak terjadi di tengah keramaian kios yang sedang aku jaga. Sesekali aku ke depan untuk sekedar menanggapi panggilan pengunjung.
Aku tahu kau akan punya banyak komentar tentang ini. Baik positif maupun negatif. Tapi sebaiknya kau simpan saja dalam lubuk hatimu yang dalam. Apapun itu, tidak akan merubah apa yang sudah terjadi. Kunci dari apa yang aku tuliskan adalah apa yang benar-benar terjadi. Kita pun tahu apa yang telah kita lakukan adalah hal yang haram, apalagi kita melakukannya di bulan yang suci. Kita melakukannya dengan penuh nafsu. Aku tahu itu di lubuk hatimu. Meskipun kau menyangkalnya. Nafsu seorang wanita sembilan kali lebih besar dari nafsu lelaki. Itu yang pernah aku tahu.
Aku pernah menawarimu untuk kita bertunangan. Tapi kau seolah menolaknya. Kau seolah-olah menolakku dengan caramu yang halus. Begitu halusnya, aku tak pernah tahu apa yang ada di balik semua itu. Kau anggap aku belum siap untuk berumah tangga. Kau bilang ingin melihatku sukses terlebih dahulu. Kau bilang tak ingin membebani pikiran dalam hidupku.
Alih-alih melepaskanku dari segala beban pikiran, you just make it worse (kau justru membuatnya lebih buruk). Aku tahu kau tidak ingin punya 'suami' yang tidak memiliki pekerjaan tetap, yang hidupnya belum mapan, yang bahkan masa depannya telah hancur.
Setelah semua yang telah kita lakukan, baik yang lampau maupun yang baru-baru ini. Kau seolah ingin mengakhiri hubungan kekeluargaan di antara kita. Meski yang kau katakan, kau berharap hubungan di antara keluarga kita tetap terjaga. Kau dengan keluargaku, orang tuamu dengan orang tuaku, saudaraku dengan keluargamu serta orang tuamu.
Semua yang kau katakan, telah kau sangkal sendiri. Kau bilang kau baru bisa memahami karakter seseorang......, oh bukan begitu kalimatnya. Kau bilang butuh waktu setahun untuk memahami karakter seseorang. Tapi kau justru memilih orang yang baru kau kenali yang akan melamarmu ketimbang aku yang sudah kau kenali sejak kecil. Owh, betapa istimewanya orang itu bagimu. Dia mungkin adalah seorang pengusaha, atau anak seorang hartawan yang terpandang, atau keturunan seorang bangsawan, atau bahkan seorang yang kaya raya bertipe lain. Tentu derajatnya jauh lebih tinggi dariku dimatamu.
Tentu sesungguhnya aku bukanlah orang tipemu. Memandang dari setiap kata yang kau ucapkan melalui sambungan telepon, gaya hidupmu bukanlah gaya hidup murahan seperti yang ada dalam keluargaku. Bahasa yang sering digunakan untuk istilah komputernya adalah Minimal Requiremen atau kebutuhan dasar sistem yang mewah. Aku tidak berusaha menyimpulkannya secara eksplisit, tapi aku tidak tahu bagaimana kalimat yang lebih relevan. Aku tidak menyadari hal ini sepenuhnya sebelumnya. Aku terlalu terbuai dengan kata-kata cinta dan sayang yang ternyata hanya omong kosong. Pada akhirnya aku menyimpulkan secara tidak banyak berpikir bahwa aku hanyalah pelarian cintamu. Kau yang sebelumnya telah patah hati karena ditinggal kawin oleh pacarmu yang dulu setelah kau pulang dari merantau selama lebih dari empat tahun di negeri orang.
Setiap apa yang aku alami, setiap yang terjadi padaku kuceritakan semuanya padamu. Ya, ini sebelum semua ini terjadi. Aku hanya berharap kau dapat melihatku apa adanya. Aku ingin kau mengenalku dan memandangku apa adanya diriku. Aku berusaha selalu jujur padamu. Aku bahkan dengan tulus mencintaimu dan menyayangimu. Aku bahkan pernah bilang, aku mungkin bisa berbohong padamu tapi itu adalah hal yang paling aku benci. Namun pada akhirnya aku tahu, kau tidak dapat menerimaku apa adanya. Kau ingin sesuatu yang lebih dari padaku. Yang jelas-jelas aku tak mampu untuk itu.
Hal yang terakhir kali aku ceritakan padamu adalah tentang pekerjaanku. Aku mengundurkan diri dari pekerjaanku atas pertimbanganku dan keputusan bosku. Aku ceritakan apa yang terjadi apa adanya. Ya, karena tidak sempat bertemu muka aku menceritakannya hanya melalui sambungan telepon. Mungkin karena kau terlalu sibuk dengan aktifitas menjelang lebaranmu. Kau bahkan batal menjemputku pulang atas janjimu karena aktifitasmu itu. Mulai saat itu aku sudah merasa ada yang aneh padamu. Kau seolah sangat berat untuk mengangkat panggilan teleponku atau sekedar membalas pesan-pesanku. Hal ini mulai benar-benar terasa ketika di hari kedua bulan syawal ini. Untuk sekedar membalas pesan singkatku pun kau benar-benar tidak sanggup. Kau berkilah kalau kau benar-benar sangat-sangat sibuk, sesekali kau membalasnya kau bilang demikian. Beberapa hari kurasakan kau sangat jauh dariku. Kurasakan kau sedang menghindar dariku.
Pada akhirnya aku tahu tentang semua ini. Kau berjanji akan datang ke rumahku, pagi-pagi kau menghubungiku melalui pesan singkat. Mengatakan kau akan datang ke rumahku untuk mengatakan hal yang penting. Aku tidak benar-benar terkejut denganmu setelah sebelumnya kau ingin mengatakan hal yang menyedihkan bahkan menyakitkan. Tapi berjam-jam waktu berlalu kau tak kunjung datang aku memutuskan untuk datang sendiri ke rumahmu. Kupikir aku telah mengambil keputusan yang tepat. Menunggumu datang bukanlah hal yang tepat untuk saat-saat seperti itu. Aku datang dengan bersepeda motor. Ketika sampai di rumahmu aku tak seketika mampir, aku teruskan perjalananku sampai ke pombensin yang kurasa tak jauh dari rumahmu. Ketika kembali baru aku memutuskan untuk mampir. Pikirku, kalau hal-hal negatif yang akan aku dengarkan efeknya tidak akan aku bawa ketika aku berangkat ke pombensin.
Pada bagian ini adalah bagian yang paling tidak menyenangkan untuk diceritakan. Karena pada bagian ini kau mengungkapkan kalimat yang paling menyakitkan. Kau bilang ada seorang lelaki yang menyukaimu dan senin besok akan melamarmu. Yang sebenarnya adalah orang yang baru kau kenal. Pada saat itu, di hadapanmu aku hanya berusaha untuk tetap tersenyum. Bagaimanapun itu sakitnya, aku tetap tersenyum.

Aku telah berjanji pada diriku sendiri. Aku tidak akan melakukan hal-hal konyol untuk hal konyol seperti ini. Aku bersyukur Alloh SWT masih menjaga imanku. Aku yakin Alloh SWT akan selalu melindungi hamba-Nya yang beriman. Sesungguhnya aku tidak ingin takabur tentang hal ini. Tetapi rasanya tidak lengkap jika tidak menuliskannya di sini.
Terlepas dari segala hal yang telah aku alami. Harus aku akui. Aku berterima kasih padamu. Kau telah membukakan pandangan hidupku. Kau telah membuat hidupku lebih berarti. Meski aku harus membayarnya dengan rasa sakit hati yang mendalam. Tanpa semua ini mungkin aku akan masih memiliki pemikiran yang kolot. Tidak perlulah berpacaran, tidak perlulah belajar mengendarai motor, dan lain-lain, dan lain-lain.
Jika kau keberatan dengan apa yang aku tuliskan di sini : Jangan dibaca. Tapi jangan memintaku untuk menghapusnya. Inilah kisah cintaku. Inilah hidupku. Kunci dari semua ini adalah aku harus jujur pada diriku sendiri. Inilah cerita yang sebenarnya versiku sendiri. Kau pun bilang, aku boleh menuliskan apapun tentang apapun dan di manapun aku menuliskannya.

Jumat, 24 Agustus 2012

Titik


Kau tentu tahu bagaimana perasaan orang yang tersakiti. Kuharap ini bukan aksi balas dendammu kepada sesama manusia. Aku tidak mengerti mengapa aku menyerah dengan begitu mudahnya. Mungkin karena aku tahu, aku bukanlah orang yang kau cari. Aku hanyalah "pelarian" dari rasa sakit hatimu. Aku bahkan tidak peduli apa kau membaca pesanku ini atau tidak.

Semua yang kau katakan, telah kau sangkal sendiri. Kau mungkin bisa menasehatiku, tapi kau tak akan pernah bisa untuk memaksaku untuk menjadi apapun. Aku pun tahu, kau akan menyangkal semua yang akan kukatakan. Tak perlu repot-repot membalas pesan ini. Aku sudah tahu jawabannya.

Alih-alih melepaskanku dari segala beban pikiran, you just make it worse (kau justru membuatnya lebih buruk). Aku tahu kau tidak ingin punya 'suami' yang tidak memiliki pekerjaan tetap, yang hidupnya belum mapan, yang bahkan masa depannya telah hancur.

Setidaknya itulah yang telah aku katakan padamu. Aku tak pernah berharap pesanku dibalas. But you did.


Bookmark and Share

Kamis, 23 Agustus 2012

The End



Aku tak tahu judul apa yang lebih tepat untuk menggambarkannya. Tapi kurasa The End telah menggambarkan lebih lengkap dan lebih mendalam. Aku hanya hampir tak percaya ini terjadi padaku. Aku tak tebiasa merasa sakit hati. Aku tak tebiasa putus cinta. Aku tak terbiasa untuk merasa kecewe seperti ini. Kau tentu tahu bagaimana rasanya itu. Dan tentu saja aku merasa terkejut. She end it so easly. Dia mengakhiri ini dengan begitu mudahnya. 

Kalau saja yang namanya cinta itu adalah sakit hati, tentu aku tak pernah ingin jatuh cinta. Setiap orang pun tak pernah ingin merasa sakit hati karena setiap orang pun juga tak pernah ingin merasa jatuh cinta. Dia sudah menasehatiku banyak hal dengan segala keilmuannya. Ketika kau membaca ini, mungkin kau mengira-ngira. Ya, ini adalah kata-kata yang keluar dari pikiran orang yang sedang patah hati, sakit hati, dan semacamnya. Aku hanya tak tahu bagaimana menggambarkannya, tapi kurasa aku sudah mengungkapkannya lebih dulu. 

Aku tahu, mungkin hampir semua orang pernah mengalaminya. Tak terkecuali aku. Kali ini mungkin jadi giliranku. Tapi, kenapa aku? Baiklah, aku bisa menerima ini. Tapi aku tak pernah tahu apa yang sebaiknya kulakukan. Di setiap posisi, aku selalu punya teman yang dapat menasehatiku. Namun, tatkala aku tak memiliki seorang teman pun. Bagaimana menurutmu?

Aku bahkan hampir tak percaya kini aku berada di atas makam mbahku. Aku berlari dengan kendaraan bermotor ketika sampai di rumah setelah sebelumnya aku mendengar pernyataan itu di rumahnya. Dengan sedikit rasa menyesal mengapa aku tidak dari kemarin-kemarin aku ke makam mbah. Tapi pada akhirnya aku menyadari : semuanya sudah berlalu. Kini aku tinggal menjalani sisa-sisa semangat hidupku yang sebenarnya aku sudah tak pernah punya sisa semangat.

Aku sama sekali belum pernah menggambarkan kejadian yang sebenarnya. Aku hanya menggambarkan (baca: menuliskan) apa yang ada dalam pikiranku. Did i say pikiranku? Kenapa aku lebih sering menggunakan kata pikiranku ketimbang hatiku? Kurasa karena itu hal yang termudah untuk aku tuliskan. Aku mungkin tidak akan pernah menggambarkan kejadian yang sebenarnya. Karena aku tahu, aku sangat payah dalam hal ini.

Kau tahu apa yang dia katakan padaku? Dia bilang, sebenarnya dia sangat sayang padaku, dan juga sangat bersimpati padaku. Tapi tahukah kau apa yang aku pikirkan ketika aku mendengarkannya. Aku hanya bisa menyimpulkan kalau ternyata dia tidak menyayangiku. Dia hanya bersimpati padaku. Dan kau menganggap pendapatku salah? Terserah. Kau pun tahu aku tak pernah peduli orang lain menyalahkan pemikiranku. Toh apa yang mereka pedulikan dari menyalahkan pemikiranku? Ya hanya menyalahkanku.

Hari ini aku benar-benar merasakan yang namanya sakit hati. Hanya berselang beberapa menit ketika aku mulai merasakannya, aku telah menuliskan berbagai paragraf dalam catatan ini. Aku tidak benar-benar sepenuhnya terkejut ketika baru mendengarnya. Tapi ternyata aku benar-benar terkejut ketika kudengar ternyata ada orang lain yang akan melamarnya. Jika saja catatan ini dibuka untuk dikomentari, mungkin akan ada komentar-komentar yang negatif maupun yang positif. Tapi kurasa itu bukanlah hal yang perlu. 

Aku tak pernah tahu bagaimana akhir dari kisah hidupku. Tapi aku selalu berusaha untuk tetap membuat hidupku terasa manis. Kau tahu caranya? Ya, bergembiralah. Bergembiralah disaat kau tidak gembira. bergembiralah disaat kau tak menemukan apa yang kau cari. Bergembiralah disaat kau .... [aku tak tahu apa yang akan kutuliskan selanjutnya]. Ini konyol, entah dapat dari mana aku tulisan ini. Mungkin begitu saja keluar dari kepalaku, lalu tangan yang penurut ini begitu saja menuliskannya. 


Bookmark and Share

Rabu, 22 Agustus 2012

Sisi Negatif

Aku tidak tahu apakah orang lain memandangku dengan dari sisi negatif atau positif. Tapi setahuku orang lain akan cenderung memandangku dari sisi negatif, seperti yang sering aku dengarkan ketika orang lain mengatakan tentang orang lain. Jarang sekali ada orang yang menceritakan orang lain dari sisi positifnya. Kalau pun ada, dia tak akan pernah melepaskan menceritakan sisi negatifnya. Toh orang lain selalu memandang seperti itu. Aku juga tak akan peduli dengan apa yang akan aku dengarkan nantinya.

Paragraf itu mungkin sudah tertulis di bagian lain blog ini. Aku hanya salin-tempel ke sini. Tak ada yang istimewa dari tulisan itu, aku hanya ingin menegaskan kalimat itu di bagian ini. Kalau ternyata pertanyaanku justru lebih umum, toh siapa pula yang akan baca tulisan ini.

Sudah lama sekali aku ingin menuliskan tentang sisi negatif seperti ini. Ya, setidaknya di situ tertulis. Kalau orang lain memandang, mendengar, maupun menceritakan orang lain kebanyakan adalah dari sisi negatifnya. Jangan munafik, aku pun tak jarang juga demikian. Aku memandang orang terkadang seperti itu, namun kuakui aku juga tak boleh selamanya seperti itu. Aku tak selalu seperti itu, tergantung bagaimana. Aku malah sering tak peduli pada orang lain. Aku juga tak peduli orang lain memandangku bagaimana.

Aku tahu, ini bukan catatan yang enak untuk dibaca, bukan juga catatan yang mengasyikkan, bukan pula catatan yang baik untuk pendidikan, bukan catatan yang 'pantas' untuk diterbitkan. Aku hanya ingin menuliskannya. Tak lebih dari itu. Kalau kau ingin marah, silahkan marah pada diri sendiri, kenapa kau membaca tulisan ini.

Lihatlah, aku pun tak peduli tanggapan orang akan tulisanku ini. Kau tahu kenapa? karena orang juga akan memandangku dari sisi negatifku. Orang juga akan memandang tulisanku ini jelek dan tak layak untuk diterbitkan. Sudahlah, dengan terus membaca tulisan ini kau hanya akan menyiksa dirimu sendiri.

Aku pernah menulis di buku yang sudah aku bakar. Aku yakin, ketika kau membacanya kau akan melihat lebih dalam sisi negatifku. Ya, dalam tulisan itu aku seolah telah menjadi manusia yang putus asa. Aku tak punya teman, aku tak punya semangat hidup. Orang tuaku pun seolah tak peduli denganku. (ingat, ini hanya seolah) Hanya kertas/buku dan pensil hitam yang menemaniku. Ketika aku membacanya kembali, aku pun seolah tak lagi punya semangat hidup. Aku tak tahu apa di luaran sana ada yang peduli dengaku, tapi aku tak pernah melihatnya. Ya, mungkin karena aku juga tak pernah peduli dengan orang lain di sekelilingku.

Uh... ini tulisan yang menyebalkan, tapi senang menceritakan apa adanya diriku, aku tak pernah senang menceritakan kebohongan. Apalagi menceritakan kebohongan tentang diri sendiri. Selamat, Anda telah membaca salah satu sisi negatifku.

Sabtu, 18 Agustus 2012

Lebaran 1433 H / 2012 M

Tak terasa sampai juga di penghujung puasa tahun ini. Kini, di hadapan kami telah hadir hari raya, hari kemenangan.... 

Ada yang istimewa dengan lebaran kali ini. Di antaranya aku telah kehilangan pekerjaanku (miris amat yak), semua keluargaku berkumpul, dan satu lagi kali ini aku tak lagi jomblo (weleh pake ditulis juga). Aku tak mesti harus menggambarkan ketiganya. Kebanyakan dari ketiganya dapat dibaca di tulisan yang lain. 

Aku hanya tak mengerti bagaimana harus memulia membuat tulisan. Aku hanya menuliskan apa yang pertama ada dalam pikiranku. Apa yang ada dalam pikiranku kali ini adalah aku akan mengatakan pada temanku aku membatalkan membeli domain muktisari.web.id, alasanku yang paling mendasar adalah aku tak lagi bekerja di warnet dan aku tidak ada lagi koneksi internet. Di bagian pikiran yang lain aku tak lagi mengerti apa yang hendak aku kerjakan. Aku adalah seorang pengangguran. Tapi aku percaya, Alloh SWT telah menyediakan pekerjaan yang lebih baik untukku. Meski demikian bukan berarti aku harus diam di rumah dan tak melakukan apapun. 

Aku hanya bingung, aku tak memiliki rencana apapun untuk esok hari. Mungkin akan sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Hari pertama di lingkungan sekitar, hari kedua di rumah mbah di Sidareja dan tempat-tempat yang lain, hari ketiga dan seterusnya.... entahlah. Satu hal, aku ingin menyisakan sehari untuk bersama dengan kekasihku. Aku tahu ini ridicoulus tapi ini memang benar. It's true. 

Dalam hati aku ingin sekali menelponnya. Tapi aku sendiri menyadari, mungkin dia sangat sibuk, lagipula sinyal telepon untuk saat ini sangatlah sulit. Sms saja aku tidak begitu yakin sampai pada tujuan. Beberapa (baca: sesekali) aku mencoba untuk menelponnya, tapi memang benar jaringan sibuk. Aku sendiri harus tahu diri. Aku tak punya hak untuk memaksanya untuk mengangkat panggilan teleponku. 

Membaca pesan-pesan darinya, menyimak jawabannya (tertulis maupun tidak tertulis) meski terkadang aku merasa sedih maupun sakit hati atau kurang memahami (arah) pembicaraannya, aku justru makin mencintainya. Dia sangat unik, itu menurutku. Dia tak ada bandingannya, dia tak ada bedanya. Setidaknya, itulah yang dapat aku kataktan sekarang.

Benar saja. Meskipun judul yang tertulis adalah lebaran, isinya justru jauh berbeda dari kata 'lebaran'. Namun setidaknya, inilah yang aku raskan saat lebaran sekarang. Aku sedang jatuh cinta, aku sedang kasmaran. Namun tak lebih jauh dari itu, aku sedang bingung. Aku tak tahu harus bagaimana untuk masa depanku. Aku kini telah kehilangan pekerjaanku. Sedangkan aku sendiri sudah ingin menikah (paling tidak itu yang ada dalam pikiranku). Di sisi lain, aku masih belum siap untuk membangun sebuah rumah tangga. Aku hanya merasa takut.

Ya, aku merasa takut. Aku merasa takut untuk terus menjalani hubungan seperti sekarang ini. Aku takut terlalu jauh berangan, aku takut tak dapat menahan diri, aku juga takut aku terlalu mencintainya. Seperti yang terlah dikatakannya, aku harus menyisakan rasa sayang untuk diriku sendiri, aku harus menyisakan rasa cinta itu untuk diriku sendiri....

Kamis, 16 Agustus 2012

Unemployment

Hari ini aku tak lagi memiliki pekerjaan. Aku telah resmi mundur dari pekerjaan sebagai Operator Warnet. Rumi sekali untuk menjelaskan dengan berbagai kalimat. Yang pasti, apapun yang terjadi aku hanya berusaha untuk jujur. Jujur pada siapa pun, jujur pada diri sendiri, jujur pada setiap orang yang kutemui, jujur kepada bos, jujur pada siapapun. Yah... anggap saja ini nasibku. 

Sebenarnya juga aku ingin menuliskannya di sini sejujur-jujurnya, hanya saja aku tak pandai mengungkapkan dengan berbagai kata-kata. Belakangan aku memang sering terlibat percakapan yang berat. Yaitu dengan orang yang kurasa ada di hatiku. Kali ini aku terlibat percakapan yang berat dengan bosku, tentang usahanya.  Kehadiranku dinilainya tidak menguntugkan, sejak saat di Cinyawang usahanya memang cenderung 'tekor' dan semuanya aku yang tangani. 

Cukup mengesankan memang, bosku memecatku dengan jalan musyawarah. Dia memiliki masalah demikian, lalu menanyakan masalahku, masalah apa yang sebenarnya terjadi. Aku berusaha menjelaskan dengan sejujur-jujurnya. Tapi memang sudah tidak lagi bisa dilanjutkan. Warnet yang aku kelola cenderung bangkrut, solusi yang ditawarkan di antaranya memulangkanku atau diberi target. Targetnya adalah jika pendapatan perhari warnetnya adalah 100 ribu, sedangkan sebulan berarti 3 juta. Itulah targetnya. Aku ditawari target terserbut, aku menawarkan percobaan satu bulan tapi bos tidak setuju dengan model percobaan. Bos berpikir aku telah dapat mendapatkan penghasilan dari luar (warnet), entah itu jadi guru atau jadi apa. 

Bosku memberikan satu pilihan, bosku memberikan aku waktu sampai besok hari. Jika aku datang besok hari, maka berarti aku sanggup menerima target darinya, jika aku tidak datang itu artinya aku mundur. Aku sendiri sudah optimis untuk mundur, lagipula aku sudah mulai cukup bosan menjadi operator warnet.

Selanjutnya? Aku masih belum punya rencana.

Ada cacian maupun makian silahkan saja. 

Selasa, 07 Agustus 2012

Semoga Bermanfaat

Terlepas dari segala macam isu internal yang ada dalam pikiran saya, semoga apa yang saya pelajari hingga saat ini dapat bermanfaat untuk kehidupan saya di kemudian hari. Semoga Alloh SWT memberikan petunjuk, hidayah, serta inayah-Nya kepadaku. 

Selasa, 26 Juni 2012

Akhh...

Siapa yang sudah pernah merasa sakit hati? Well, sebagian dari kita mungkin sudah pernah atau bahkan sering merasakan sakit hati. Penyebabnya pun beragam. Kebanyakan mungkin akan disebabkan oleh pacar, atau pasangan (atau apa pun istilahnya). Okelah, mungkin kini giliranku untuk bercerita.

Tetapi sebenarnya, aku hanya termakan oleh omonganku sendiri. Aku tak pernah punya pacar secara riil. Aku hanya terobsesi. Aku hanya terbawa mimpi dan terlalu jauh berangan. Aku juga tidak akan bercerita dengan siapa. Aku sebenarnya hanya ingin menuliskan bagaimana perasaanku saat ini (dengan kata lain : apa yang sedang ada dalam pikiranku).

Akhir-akhir sebelum hari ini aku sering mengatakan "Don't expect too much" yang atas pemahamanku itu berarti "jangan berharap terlalu banyak". Ya jangan berharap terlalu banyak atas apa yang kamu impikan. Jangan berharap terlalu banyak atas apa yang kamu inginkan. Samar-samar dalam pikiranku, kalimat itu aku gunakan untuk seorang tetangga yang sedang bekerja di tetanggaku. Menurut pemilik toko, dia (cewek itu) ada sedikit rasa naksir (bukan hendak takabur) denganku. Terkadang dia memuji apa yang aku sering lakukan; bersepeda. "Kayaknya asyik kalo diboncengin pake sepeda sama pacar," kurang lebih seperti itulah kalimatnya. Tapi justru aku mengatakan hal yang tidak diharapkannya, "Don't expect too much."

Kalau ada pertanyaan, kalimat apa yang menyakitkan yang pernah kamu dengar dari depan mukamu? Apa jawabanmu? Kali ini aku yang akan menjawab pertanyaanku sendiri. Sebelumnya posisiku sebagai seorang yang sedang kasmaran. Aku datang dengan penuh harap, aku datang dengan perasaan yang berbunga-bunga, aku datang dengan berbagai kalimat dalam kepalaku. Tapi seperti yang dapat saya duga, sampai di tempat tujuan, tak ada satu kata pun yang keluar seperti yang kupikirkan sebelumnya.

"Aku tak pernah punya pacar anak sekolahan, setidaknya pacarku sudah bekerja, karena anak sekolah tidak ada duitnya." adalah salah satu kalimat yang terdengar panas di telingaku. Kalimat lain yang juga tak kalah adalah "Aku pengen punya suami yang usianya lebih dewasa dariku, atau setidaknya sebaya denganku, kalau lebih mudah sama aja emban (momong)." (entah bagaimana seharusnya terjemahannya, karena kalimat ini aslinya berbahasa jawa). Itulah di antara kalimat-kalimat yang mematahkan semangatku. Aku tahu kalau Anda membaca tulisan ini pasti akan punya pandangan sendiri, punya pendapat yang hendak disampaikan, tapi mohon ditahan dulu. Kalimat pertama aku dapat menyimpulkan kalau kau itu orangnya matre (atau apapun istilahnya). Sedangkan kalimat kedua, aku merasa dikucilkan, karena entah sadar atau tidak waktu mengucapkan itu di depanku usiaku lebih muda darimu (weh, ini sudut pandang tulisannya kok berubah-ubah, bingung apa enggak nih yang baca?). 

Saking kacaunya pikiranku, sampai-sampai aku salah nulis ocehan di twitter. Yang seharusnya ditulis dengan "much" malah kutulis "mush". Rasanya aku telah melalukan sesuatu yang salah di tempat yang salah pada waktu yang salah. Aku menghabiskan waktuku untuk sesuatu yang sama sekali tidak ada gunanya. Aku pikir aku telah salah menerjemahkan kata-katamu yang selalu kau tulis dengan singaktan itu. Aku baru menyadari bahawa sebenarnya aku sama sekali tak mengerti jalan pikiranmu.

Akh.. terlalu banyak berpikir membuat tak dapat menulis lagi.

[writing stopped]

Minggu, 24 Juni 2012

Q: How is the date? A: Awesome...

Baca judulnya saja..

Isinya enngak usah dibaca..

Minggu, 17 Juni 2012

Blog ini

Sejak awal saya membuat blog ini adalah hanya untuk menuliskan apa yang ada dalam pikiranku. Hanya merupakan sarana untuk curhat. Aku tak akan menuliskan apa yang tak ingin kutuliskan, aku juga tak akan menuliskan apa yang tidak dapat kutuliskan. 

Tak jarang ketika aku memiliki sesuatu untuk ditulis, namun akhirnya lenyap begitu saja. Begitu juga ketika aku memiliki waktu, namun ternyata aku juga tak dapat menulisnya. Temen-temen yang telah membaca blogkku mungkin paham bahwa sebenarnya aku tak pantas menulis cerita. Karena setiap cerita yang aku tuliskan hampit tak pernah mudah dipahami. Aku tak pernah memerhatikan alur cerita yang runut, yang enak dibaca. Tapi ketahuilah, aku bukan sastrawan, aku bukan penulis yang pandai. Aku hanya menuliskan apa yang dapat aku tuliskan.

Dalam menulis, seringkali aku tak pernah fokus pada satu tema. Pada banyak tulisan yang kubuat, kadang dalam satu judul akan memuat beberapa topik bahasan. Sebuah rangkaian karangan yang tak dapat disebut sebagai karangan yang bernilai 'sastra'. Entahlah, pikiranku sangat sulit untuk diajak fokus. Aku tak tahu bagaimana mengatasinya. I do not know, i just did.

My Lovely Moment

I've found someone.

Ini adalah momen yang tak terlupakan. Ini adalah momen yang tak akan aku tulis dalam lembaran manapun. Ini adalah sesuatu yang tidak akan aku gambarkan dalam kanvas yang tidak akan terlukis oleh apapun. Aku akan menyimpannya dalam benakku. Aku akan menyimpannya dalam setiap aliran darahku. Aku akan menyimpannya seperti janjiku.

Jumat, 03 Februari 2012

Aku Ingin Punya Laptop Sendiri!

Rasanya sangat tak nyaman, kalau harus pinjam ke orang lain.
Rasanya juga sangat membosankan karena hanya dengan mesin orang lain aku dapat bermain komputer.
Pikiran ini sungguh menggangguku.
Keinginan ini sungguh menyiksaku,
jikalau hanya dapat membayangkannya.
Bahkan Pak Dwi telah menjual netbooknya dan tak pernah lagi menyentuh komputer.
Aku tak mungkin menjadi "hacker" kalau tak memiliki sesuatu yang dapat di-"hack".
(Sungguh picik pikiran ini)
Naik sepeda menghabiskan energi, sedangkan aku tak memiliki uang untuk mengembalikan energiku selama perjalanan,
lalu bagaimana aku aku dapat membeli laptop kalau uang saja aku tak punya?
Gajian kemarin sebenarnya uangku cukup untuk membeli netbook, tapi aku berpikir (dan karena oleh bosku diminta untuk) membayar biaya kuliah saja uang itu, kini telah tidak di tanganku lagi.
Satu sisi aku merasa bangga karena aku dapat membiayai kuliahku sendiri,
di sisi lain aku sebelumnya merasa linglung, dan setelahnya aku masih linglung alias bingung.

Setiap orang pasti punya keinginan.
Setiap orang pasti punya harapan.
Setiap orang biasanya punya cita-cita.
Kuliah perdana semester ini sangat membosankan. Tidak ada materi kuliah, namun hanya ada cerita dari dosen.
Tak ada proyektor, dosen malas mengajar.


Tapi dosen Susi mengatakan, "Kalau kau punya keinginan, tulislah di buku kalian masing-masing, maka keinginan kalian kelak akan terkabul." hmmmm.....


Karena inikah saya menulis ini?
-- saya harap bukan.

Bookmark and Share