Sabtu, 06 Oktober 2012

Sisi Positif

Kalau kau pernah membaca tulisanku di tempat yang lain atau di blog ini yang berjudul Sisi Negatif, itu sama sekali tidak akan ada hubungannya dengan tulisan ini. Meskipun keduanya memiliki judul yang berlawanan makna.

Dari apa yang telah aku alami, setidaknya ini adalah pengalaman yang tak akan terlupakan. Kali ini aku akan menulisnya dengan perasaan yang sudah tenang. Aku memiliki seorang sahabat kecil, dia adalah temanku sejak kecil, sejak kami berada di perantauan, di Sulawesi Selatan. Aku merasa telah jatuh cinta padanya, bukan sejak pandangan pertama, namun aku sendiri tak pernah mengerti sejak kapan perasaan ini telah ada dalam hatiku.

Sejujurnya, aku tidak ingin menceritakan ulang ini dengan begitu panjang lebar. Aku ingin fokus pada Sisi Positif dari apa yang telah aku alami. Singkat cerita, kami dipertemukan kembali setelah sekian tahun kami tidak bertemu. Tanpa kuduga, dia memiliki perasaan yang sama denganku. Kami pun mulai berhubungan, berkomunikasi, dan berakrab-akraban.

Tanpa kuduga pula, pada lebaran hari kelima dia mengatakan sesuatu padaku, bahwa dia akan dilamar oleh orang yang baru dikenalnya. Sungguh terkejutnya aku. Ternyata dia memilih menerima lamaran orang yang baru dikenalnya. Pikiranku kacau tak karuan. Mungkin ini yang ada dalam hatiku : perasaan marah, benci, ingin berontak, dan perasaan kacau yang lain bercampur menjadi satu. Pada hari itu juga aku pergi ke makam mbahku di Sidareja, dengan sedikit menyesal karena pada bulan puasa maupun pada bulan syawal aku tidak nyekar. Di sana aku sempat menulis beberapa paragraf yang dapat kau baca di bloggu yang berjudul Semua Tentang Uang. Aku tidak pernah tau apakah judul itu sesuai dengan isinya atau tidak, tapi setidaknya itulah yang ada dalam pikiranku ketika dia melepaskanku setelah aku kehilangan pekerjaanku.

Dari semua itu, di dasar hatiku sebenarnya aku telah berpikir bahwa lebih banyak dampak positif ketimbang negatifnya tentang semua ini. Di antaranya sebagai berikut :

  • Aku jadi tahu bahwa sebenarnya orang tuaku, ayah dan ibuku, ternyata tidak setuju dengan hubungan kami berdua. Ibuku merasa senang ketika aku mengutarakan hubungan kami berdua hanya karena ingin melihat anaknya juga bahagia. Ibuku telah mengerti gaya hidup keluarganya sejak kami kenal puluhan tahun silam ketika keluarga kami transmigrasi bersama. Bukan bermaksud mengungkapkan hal yang negatif tentang keluarga mereka, ibuku hanya merasa tidak cocok dengan gaya hidupnya yang mewah. Pakaian yang bagus-bagus, bermerk serta mahal, makanan yang meskipun sedikit tapi enak. Itu bukan yang ibuku sukai, keluargaku lebih senang masih bisa makan, makan apa saja seadanya demi menyambung hidup. Betapapun aku mencintainya, pada akhirnya aku harus belajar untuk bisa melepaskannya. Aku bisa memahami apa yang sebenarnya dia inginkan adalah seorang suami yang benar-benar sudah sukses, yang telah memiliki penghasilan yang jelas, yang juga tentunya memiliki pekerjaan yang jelas. Sedangkan aku? Aku bahkan baru saja kehilangan pekerjaanku.
  • Aku jadi mau belajar mengendarai motor. Aku tahu bisa mengendarai motor pada zaman ini bukanlah sesuatu yang membanggakan. Tapi setidaknya, aku melihat dari sisi positifnya. Aku tak lagi merasa kolot seperti sebelumnya. Yang meskipun ketika aku belum lancar mengendarai motor aku berpikir akan takut malas mengendarai sepeda, hal itu terjadi sekarang.
  • Aku tak pernah merasa berpacaran, tapi aku telah merasakan bagaimana itu berpacaran. Sebenarnya aku tak ingin mengatakan hubungan kami sebagai pacaran. Tapi dia mengatakannya, bahwa apa yang kami lakukan adalah sedang berpacaran. Pada dasarnya aku tak peduli itu disebut apa, aku merasa cocok dengannya (pada saat itu), dan aku ingin menjadi pendampinya.
  • Pada akhirnya aku berpikir, aku tak ingin menikah terlalu muda. Apalagi dengan kondisi aku tak memiliki pekerjaan yang tetap. Aku punya cita-cita, bahwa pada suatu saat nanti ketika aku sudah berkeluarga aku tak ingin membiarkan istriku keluar rumah untuk mencari nafkah. Biarlah itu tetap menjadi pekerjaan suami. Kupikir setiap lelaki juga punya impian seperti ini. Setidaknya aku memiliki impian seperti itu. Kupikir aku tak perlu merasa takut dengan impianku itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Monggo....dipun komentari.....