Bagiku kau sangatlah sempurna, lebih dari itu kau adalah impian terindahku. Kini impian itu tinggallah impian. Aku tak pernah membayangkan sebuah impian yang aku citakan akan menjadi tak terbayangkan. Tentu saja yang namanya impian akan menjadi cita-cita. Kini impian itu telah menyisakan perasaan yang mendalam. Aku tak bisa dengan mudahnya menggantikanmu dengan yang lain. Seolah dalam pikiranku masih terucap bahwa kau masih tetap impian terindahku. Bahkan meskipun orang tuaku tidak setuju dengan apa yang aku impikan. Aku tahu, aku juga berpikir apa yang orang tuaku tentukan bukanlah hal yang negatif, tapi itulah yang terbaik buatku. Bahkan ketika aku tahu kau lebih memilih orang yang baru kau kenal ketimbang orang yang telah memimpikanmu ini. Bahkan ketika aku tahu impianku ini hanya akan menjadi kata-kata yang menghiasi lembaran-lembaranku yang tak akan pernah terealisasi. Aku seperti orang sinting yang mencita-citakan kedamaian dalam hati.
Lucu, kau selalu menggunakan kata bukannya untuk menafikan sebuah kenyataan, untuk membenarkan sebuah pernyataan yang salah, atau untuk menyalahkan pernyataan yang benar. Tapi aku berpikir, mungkin itulah sifat istimewa yang kau miliki. Sekali lagi, kau telah menyangkal semua kata-katamu sendiri. Sungguh naifnya diriku. Aku tak pernah tahu bagaimana tanggapanmu tentang kalimat ini, karena aku tak pernah mengatakannya padamu.
[Beberapa kalimat dalam tulisan ini mungkin akan terulang dalam tulisan mendatang]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Monggo....dipun komentari.....