Suatu Ketika, Seorang pertapa sedang berjalan-jalan di dekat sebuah kolam teratai. Kolam tersebut dipenuhi dengan bunga teratai beraneka warna. Saat melihat ke dasar kolam, beliau mendapatkan bahwa di bawah kelopak bunga yang cantik terdapat lumpur yang kotor. Ketika melihat lebih dalam lagi, Beliau melihat neraka!
Terlihat lautan api dimana banyak sekali orang-orang yang berdosa, melonglong kesakitan, berusaha mencari jlan keluar, tapi usaha mereka sia-sia.
Ketika sang pertapa melihat pemandangan yang memilukan ini, hatinya dipenuhi oleh rasa belas kasih dan Beliau mencoba memikirkan jalan untuk menyelamatkan orang-orang itu. Sayangnya, dosa-dosa yang mereka lakukan di kehidupan mereka sebelumnya sangatlah berat dan tidak ada suatu halpun yang dapat melepaskan mereka dari penderitaan.
Akhirnya, sang pertapa melihat ada seorang yang dapat diselamatkan, meskipun dia telah melkukan semua perbuatan jahat. Suatu hari di kehidupannya yang lampau waktu orng tersebut sedang berjalan, dia hampir menginjak seekor laba-laba. Tepat pada saat itu, rasa kasih menyelimutinya, dia berhenti dan membiarkan laba-laba itu pergi. Karena satu perbuatan baik ini, orang itu punya kesempatan untuk diselamatkan dari neraka.
Maka, sang pertapa dengan lembut mengangkat seekor laba-laba yang sedang merajut jarring, dan Beliau menjulurkan seutas benang sutra ke dasar kolam. Setelah melalui sela-sela kelopak bunga dan daun, serta Lumpur, benang itu akhirnya mencapai neraka. Ketika melihat seutas benang itu, orang itu sangat senang. Dengan segera ia meraih benang itu dan mulai memanjat naik.
Dari neraka ke kolam teratai rasanya jauh sekali. Dia memanjat untuk waktu yang lama sekali. Ketika merasa lelah, diapun berhenti di tengah jalan untuk beristirahat. Saat itu, dia melihat ke bawah dan melihat banyak orang yang juga sedang memanjat.
Dia menjadi khawatir, “Aku mungkin tidak akan mendapatkan kesempatan yang lain lagi untuk menyelamatkan diri. Apabila benang sutra ini putus karena berat orang-orang itu, aku akan jatuh ke neraka yang menakutkan itu”.
Dia berteriak kepada orang-orang di bawahnya, “Benang ini adalah milikku, tidak seorangpun dari kalian yang dapat menyentuhnya!” Tapi orang-orang dibawah tetap memanjat naik. Dalam kepanikannya, orang tersebut menendang yang lain supaya kembali ke bawah. Ketika dia melakukan hal itu, benang tersebut mendadak putus, dan semua orang jatuh kembali kelautan api.
Sang pertapa telah berharap untuk dapat menyelamatkan jiwa-jiwa yang menderita itu, tapi hanya karena kemarahan satu orang semuanya kembali ke neraka. “Mengapa cinta manusia sangat rapuh”, “Dia hanya tahu mencintai dirinya sendiri dan tidak ke orang lain”, gumam sang pertapa.
Pesan moral : kehidupan di dunia ini penuh dengan penderitaan dan setiap orang berharap untuk diselamatkan. Tetapi, apabila mereka hanya mengejar keselamatan diri sendiri dan tidak memperdulikan apakah yang lain hidup atau mati, keegoisan ini hanya mendatangkan penderitaan terus-menerus.
Maka, apabila seseorang menginginkan kehidupan yang penuh berkah dan kebijaksanaan, dia harus mengembangkan cinta kasihnya dan mau peduli terhadap penderitaan orang lain, bukan hanya khawatir terhadap persoalan pribadinya sendiri. Lebih lanjut, dia bukan hanya mengerjakan kebaikan saja, tetapi juga mendorong orang lain untuk juga berbuat baik, sehingga semua orang dapat bersama-sama menciptakan kehidupan yang adami dan sentosa. (Disadur dari Berita Tzu Chi Indonesia Edisi Oktober 2001, dengan perubahan seperlunya).
Hmmm..
BalasHapusLumayn juga teknik dalam menyampaikan cerita ini...
Kelas yang dipakai dalam bahasa cerita ini adl kelas atas...
Selamat...
Mungkin aja aku ga mampu membuat/ menyampaikan bahasa yang begitu wah!!
Tapi kalau boleh aku menyarankan ,jangan terlalu mengedepankan gaya bahasa , maksud saya pemakaian gaya bahasa yang terlalu berlebihan dapat membuat pembaca semakin buingung dan menganggap cerita itu ga nyambung antara kalimat demi kalimat.
Tapi kalau untuk cerita ini ya,,,,
gmn yah...
lumayan deh.!!!!