Selasa, 27 Januari 2015

Konggres #PenaDesa; Refleksi Setahun Komunitas

Sabtu-Minggu, 24-25 Januari 2015 lalu aku mengikuti sebuah acara yang kusebut sesuai judul tulisan ini. Undangan kuterima melalui surel (surat elektronik) beberapa minggu sebelumnya. Konggres tersebut dilaksanakan di sebuah rumah di Desa Susukan, Rt.04/Rw.06, Kecamatan Sumbang, Banyumas.

Tulisan ini tidak hendak melaporkan hasil dari kegiatan tersebut. Aku hanya merasa perlu menuliskan, tanpa tau bagaimana aku menuliskannya.

Dari Cilacap, ada aku, baha, dan mba Nanas yang ternyata telah lebih dulu sampai di Purwokerto. Beliau berangkat dari Kediri, naik bis dan sendirian. Oiya, saya kenal mba Nanas yang memiliki nama asli Rasinah Sari ini ketika di desaku ada pelatihan menulis tahun lalu.

Aku dan Baha berangkat dari rumah sekitar pukul 13:34 WIB, melalui jalur darat dengan kuda besi. Sampai di KedaiKoe (dulu namanya Kedai Telapak, dan dulunya lagi namanya Kedai188) sekitar pukul 15:25 waktu setempat. Memang sudah sejak sebelumnya disepakati kita akan berkumpul terlebih dahulu di kedai yang sudah seperti sekber (sekretariat bersama) tersebut.

Soal lokasi, ternyata banyak yang belum tahu tempatnya. Jadi kami saling tunggu, berharap semua telah berkumpul baru berangkat bareng-bareng ke lokasi. Saya sendiri tidak ada gambaran entah seperti apa tempatnya. Nah, ternyata eh ternyata lokasinya cukup mengasyikkan. Meskipun cukup membingungkan karena jalannya berkelok-kelok dan naik turun. Kami sampai di lokasi sekitar pukul 16:54 waktu setempat.

Sebuah rumah, dindingnya masih terbuat dari bilik bambu. Atapnya juga masih menggunakan seng (logam). Suara gemrisik cukup //ramai//ketika hujan turun. Di dalam rumah tersebut ada 2 ruangan, 1 ruang lagi ada di belakang yang sepertinya difungsikan sebagai gudang dan disebelahnya ada dapur. Lantai dilapisi karpet merah, baik di dalam maupun di luar (depan). Rumah tersebut menghadap ke selatan, sebelah utara merupakan pekarangan. Aku sendiri gak tau detilnya bagaimana pembagian blok/komplek/atau apapun itu tentang tanah dan komplek di sekitar situ. Namun yang jelas, rumah itu sepertinya merupakan laboratorium desa dan menjadi ruang belajar bagi siapa pun tentang pertanian organik dan pengolahan serta pemanfaatan biogas. Terbukti di dalam ruang utama terdapat sebuah papan tulis, beberapa poster tentang biogas, serta tersedia fasilitas proyektor.

Di luar ruangan, ada sebuah kebun yang ditanami berbagai tanaman palawija. Di antaranya, kacang panjang, cabai rawit, bahkan serai. Kebun tersebut merupakan kebun organik. Mulai dari pupuk, hingga pengusiran hamanya dilakukan secara alami. Tidak memanfaatkan pestisida sama sekali. Bahkan untuk urusan memasak sekalipun, mereka menggunakan biogas sebagai //bahan bakar//-nya.

Nah, soal acaranya. Di jadwal memang tertulis akan dimulai sekitar pukul 15:00-an, namun atas beberapa pertimbangan (yang mbuh apa saja) akhirnya diundur sampai ba'da maghrib.

Tepat pukul 18:35, konggres pun dibuka oleh Yudi Setiyadi, sang (oleh teman-teman disebut sebagai) #koordinatorbebas. Dalam pembukaan diwarnai dengan ulang tahun ke-2 AJI Kota Purwokerto yang belum lama ini disahkan di konggres AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Indonesia. Sangat seru acaranya. Kue dibuat secara khusus oleh mba Ina Farida dari Desa Sumampir sebagai kado dari PenaDesa. Sambil menyanyikan lagu ultah, lilin ditiup oleh Aris Andrianto selaku ketua AJI. Untungnya tak ada lempar-lemparan kue, seperti yang terjadi di sekolahku beberapa hari yang lalu.

Acara kemudian dilanjutkan dengan diskusi dengan tema "gerakan sosial untuk perubahan di lingkungan sekitar". Oiya, selain teman-teman AJI dan PenaDesa, hadir juga pegiat gerakan sosial #buruhmigran mas @wahyutenan, untung, dan dua orang lainnya yang tidak kuketahui namanya. :-) Diskusi berlangsung cukup //gayeng//, hingga berakhir pukul 21:00-an. Sesi ini diakhiri dengan makan malam bersama. ;-)

Wah, sepertinya tulisan ini akan terlalu panjang kalau diceritakan terlalu detil. Dan masalahnya, aku gak bisa mecah tulisan ini jadi beberapa tulisan. Okedeh, biar mengalir saja.

Kemudian, malam adalah saat di mana konggres membahas evaluasi selama tahun 2014 dan rencana untuk 2015 ke depannya. Diskusi pun berlangsung sampai larut malam, bahkan hingga dini hari. Beberapa poin yang dibahas antara lain adalah; bahwa PenaDesa adalah gerakan sosial yang tidak akan menerima donasi dari lembaga donor, kecuali dari pendonor yang tidak memiliki ikatan kepentingan. Pertemuan/kopdar offline akan digelar setiap catur wulan (4 bulan sekali). Dan masih banyak hal lain yang dibahas waktu itu. Termasuk tentang jurnalis warga yang diperbolehkan menjadi anggota AJI dengan syarat telah memiliki 12 karya jurnalistik selama setahun, mematuhi kode etik jurnalistik, dan mengisi formulir pendaftaran sebagai anggota.

Sesi selanjutnya adalah sesi kilat yang berlangsung hanya sekitar setengah jam. Gregorius Magnus Finesso (Alfin), jurnalis Kompas yang memandu sesi tentang konsep newsroom (ruang berita) untuk diterapkan oleh jurnalis warga. Sesi pun berakhir sekitar pukul 02:30 Minggu, 25/01/2015 dini hari.

Para peserta kemudian beristirahat. Tiga orang peserta cewek menempati ruang kamar, selebihnya yang cowok menempati ruang utama. Memang sudah tersedia beberapa kasur lipat di rumah ini. Masing-masing peserta kebagian satu kasur, kecuali yang tidak kebagian. :-)

Pagi hari, pukul 08:25 sesi video jurnalistik dipandu oleh @Uwinchandra, Sekjen AJI Kota Purwokerto. Dalam sesi ini Uwin menyampaikan tentang dasar teknik-teknik pengambilan gambar video, serta menampilkan beberapa contoh karya video jurnalistiknya. Uwin juga menyontohkan cara pengeditan video dengan perangkat lunak adobe premier dan movie maker. Di akhir sesi, peserta dipersilahkan membuat sebuah video liputan secara berkelompok dengan tema bebas. Satu kelompok beranggotakan dua orang, satu sebagai dan satunya sebagai presenter.

Asyik juga, bahkan dengan gawai seadanya dan teknologi secukupnya dapat membuat sebuah liputan video. Setelah masing-masing peserta menyetorkan videonya, video tersebut kemudian diupload di youtube dan dievaluasi bersama-sama.

Tak terasa, waktu telah menunjukkan sore hari. Semua berkemas dan pulang ke rumah masing-masing. Setelah sebelumnya ada foto bersama.

Selesai juga tulisan ini. Meskipun butuh waktu selama 2 hari untuk menulisnya. Puas? Tentu. Karena aku menulisnya langsung dari ponselku. Sampe jumpa di tulisan selanjutnya.

- terkirim dari ponsel #linux @samsulmaarif_

http://www.samsul.web.id | http://penadesa.or.id | http://muktisarigdm.desa.id

Jumat, 23 Januari 2015

Selfie Bareng Simbah Putri

Pagi ini, Jumat 23 Januari 2015 ada kunjungan dari Mbah Putri (begitu dari dulu aku memanggilnya) dan saudara-saudariku. Hasan, putra dari Lik Muhdi, serta Zaki dan Wari serta anak perempuannya yang baru berusia 15 bulan. Mbah Putri merupakan nenekku dari ayah. Namanya Sumini, usianya sekitar 70 tahun.

Di Sidareja, tepatnya di Dusun Purwosari, Desa Ciklapa mbah putri tinggal sendirian. Mbah kakung sudah meninggal sejak sekitar dua tahun yang lalu. Tepat ketika mba Wari sedang melangsungkan pernikahannya dengan seorang pemuda Gayemsari, Firman namanya. Saat itu, pernikahannya pun dilangsungkan dengan disaksikan oleh "mendiang" mbah Toyiban.

Ini bisa jadi foto selfie (swafoto) pertama kali sepanjang hidupku bersama mbah putri. Aku sendiri sebenarnya bukan orang yang suka swafoto. Tapi menurutku kali ini merupakan kesempatan yang tak boleh kulewatkan.

Sekian dulu ceritaku hari ini. Karena aku keburu pindah tempat dan kehilangan ide untuk menulis lagi. Bagaimana menurutmu ceritaku ini?

Kamis, 22 Januari 2015

Ngebloglah Setiap Hari

Ngebloglah setiap hari, maka bergembiralah. Sejak Mei 2008, blog ini telah menggantikan fungsi //buku diary//-ku. Memang tak setiap hari aku menulis, namun ketika ada yang hendak kutuliskan, maka inilah medianya (salah satunya).

Dengan menuliskan, aku seolah menemukan apa yang sedang kucari. Dengan menuliskan, permasalahan yang sedang kuhadapi seolah berkurang beberapa persen. Meskipun tak ada persoalanku yang benar-benar selesai dengan menuliskannya, namun setidaknya menulis adalah obat bagi jiwa yang gundah. Bisa dibilang, setiap persoalan adalah kompleks hingga persoalan itu terselesaikan.

Aku menulis karena aku merasa sedih. Aku menulis karena aku senang. Aku menulis karena aku kecewa. Aku menulis karena aku terhibur. Aku menulis karena aku merasa butuh. Aku menulis karena aku bingung. Aku juga menulis karena aku tak tau apa-apa. Terkadang merupakan gabungan dari beberapanya.

Hari ini, Kamis (22/01/2015), aku seperti masuk sekolah dengan setengah hati. Aku berangkat dengan sengaja terlambat, berharap tidak bertemu kelas sepuluh dan berusaha maksimal untuk kelas dua belas. Aku tau, mungkin aku tak pantas disebut guru. Atau mungkin tak seharusnya dipanggil demikian. Namun aku hanya merasa tak pintar, tak semua bisa kukuasai. Aku hanya ingin sesuatu yang kusukai. Aku tak bisa menjadi orang lain.

Ya, aku tak ingin menjadi orang lain. Kupersilahkan siapapun menjadi siapapun. Meski aku tak ingin menjadi siapapun.

Aku setuju dengan Ron Clark, sebuah kelas seharusnya menyenangkan. Namun aku bukanlah Ron Clark. Aku tak serta merta dapat menerapkan teorinya dalam kelasku. Katakanlah ini perbedaan budaya, perbedaan ilmu serta perbedaan lingkungan sosial. Aku tau seharusnya aku dapat menduplikasi metodenya dengan caraku sendiri, meski, entahlah, hingga saat ini aku masih belum mengerti bagaimana.

Katakanlah aku sering membaca kisah inspiratif, mendengarkan cerita yang menyentuh hati, atau menyaksikan tayangan yang inspiratif pula. Sejauh ini, hal-hal seperti itu masih merupakan sesuatu yang indah dan menskjubkan untuk disimak. Dan sejauh ini, aku baru bisa menyimak.

Selamat berpusing ria wahai pembaca. Aku cuma ngeblog. Tak ada yang memaksamu membaca blog ini toh?

Rabu, 21 Januari 2015

Kelas yang Mengasyikkan

Tak kukira, kelas hari ini begitu mengasyikkan. Ya, semua anak terasa begitu kuat atmosfirnya. Semangat belajar mereka terlihat betul. Tak terhitung entah berapa puluh pertanyaan yang mereka ajukan.

Entahlah, mungkin karena mapelku bersifat practical. Di samping itu, ini termasuk mapel yang diujikan.

Minggu, 11 Januari 2015

Daripada Update Status Galau

Belum lama ini akun fesbukku aktif kembali setelah sekitar setahun kunonaktifkan. Antara tak suka dan merasa sedikit perlu akhirnya kubiarkan saja akun itu aktif. Sebelumnya memang aku merasa jenuh dengan dunia fesbuk, hingga kuputuskan menonaktifkannya.

Jadi sebenarnya apa saja yang kulakukan di fesbuk? Sebenarnya tak jauh berbeda dengan kebanyakan orang lainnya. Update setatus, menulis komentar, berkomunitas, dan hal lainnya. Termasuk memblokir dan menolak permimtaan pertemanan dari orang yang tak kukenal. Atau orang yang kukenal tapi tak menggunakan nama aslinya untuk fesbuknya. Ya, setidaknya kulakulan apa yang membuatku merasa nyaman dan tentram //hidup// di dunia fana dan maya.

Orang-orang melakukan apa yang mereka sukai. Termasuk mengabaikan orang lain kalau menurutnya itu perlu. Meskipun ada fesbuk (begitu aku lebih suka menulisnya), sejujurnya aku lebih suka menulis sesuatu di blog. Ini adalah blog di mana aku menuliskan berbagai curahan hati. Tak terkecuali untuk menumpahkan berbagai amarah.