Rabu, 24 September 2014

Halusinasi Kelas

Mungkin telah lebih dari satu semester (bahkan setahun) yang lalu, seorang kawan yang telah menjadi guru di suatu sekolah menawariku untuk bergabung ke institusinya. 

Ah lama benar tulisan ini mengendap di draft. Intinya adalah ketika aku ditawari untuk masuk ke sekolah, aku seolah telah berada di sana. Seolah aku sedang berada di dalam kelas. Dan seolah aku sedang berbicara di sana. Seolah pula aku sedang mengatakan sesuatu yang sedang kupikirkan.

Ini benar-benar menggangguku. Apalagi setelah menunggu sekian lama ternyata nasib lamaran yang kukirimkan sama sekali tidak ada kejelasan. Apakah diterima atau ditolak. Itulah mengapa aku justru merasa senang ketika mendapat kabar dari TU SMP N 3 bahwa aku tidak dapat diterima di sana karena sudah ada yang lebih dulu masuk dan lolos seleksi.

Memangnya kamu mau didiemin ketika kamu nembak cewek/cowok?

Kamis, 11 September 2014

Menjadi Pendidik

Guru, pengajar, pendidik. Apa yang membedakan ketiganya? Aku sendiri masih harus mempelajarinya. Aku mungkin bukanlah guru, pengajar, maupun pendidik. Karena sejauh ini aku hanya peduli pada diri sendiri. Apa yang kupunya, apa yang kuketahui adalah untuk memuaskan hasrat diri ini. Menjadi pandai maupun kaya, bukan sesuatu yang absolut buatku.

Selasa, 9/9/2014 kemarin aku memenuhi panggilan kepala sebuah SMK di Kawunganten. Well, sebenarnya aku datang juga atas permintaan seorang kawanku. Sebelumnya aku memang sudah menulis surat lamaran yang ditujukan ke sekolah tersebut.

Beberapa lamaran sudah kutulis dan kukirimkan ke beberapa SMK di Sidareja. Tapi hingga kini statusnya tidak jelas. Namun ada satu lamaran yang membuatku merasa senang yaitu ketika pihak sekolah yang kulamar menyatakan dengan jelas kalau lamaranku ditolak. Analoginya akan sama dengan ketika kamu nembak cewe, pilih mana? Ditolak, atau didiemin tapi tau-tau si cewe dapat pacar baru?

Nah, kembali ke guru, pengajar, dan pendidik tadi. Seperti yang kutuliskn tadi di awal, aku masih harus mempelajarinya karena aku nampaknya masih belum pantas menjadi ketiganya. Namun setidaknya aku punya sedikit gambaran.

Sejak sekolah dasar, bahkan hingga setelah lulus SMA yang kutahu seorang guru adalah orang yang berangkat ke sekolah berada di didepan kelas dan memberikan materi pelajaran. Rasanya bukan cuma aku yang punya pemahaman seperti itu, bukan pula sesuatu yang salah.

Kegemaranku membaca berbagai bacaan, milis, buku, koran, dan majalah memberiku beberapa pemahaman selain kata guru, ialah pengajar dan pendidik. Guru, dalam bahasa jawa digugu lan ditiru artinya dipatuhi dan ditiru. Atau glugu rubuh yang berarti pohon kelapa tumbang yang memiliki makna jembatan. Setiap orang memerlukan guru, untuk mencapai sukses seseorang perlu belajar dari guru. Setidaknya itu juga yang pernah disampaikan oleh guru MTsku dulu.

Kepala SMK tadi menyampaikan beberapa hal ketika menerimaku. Beliau berharap agar aku menjadi pendidik di lembaganya, bukan guru maupun pengajar. Menurut beliau guru hanyalah orang berseragam yang bergaya di depan kelas, pengajar hanyalah orang yang mengajarkan sesuatu, sedangkan pendidik dapat memberi teladan bagi peserta didiknya.

Pesan lain yang beliau sampaikan saat itu ialah agar saya tak terlalu berharap akan mendapat gaji yang besar untuk menjadi pendidik. Untuk hal ini, jauh sebelum bermimpi menjadi seorang pendidik aku telah memahami bahwa gaji guru/pendidik kecil. Dalam kesempatan yang sama kusampaikan, bahwa jika itu adalah motivasiku mungkin aku telah keluar dari LKP dari dulu. Beliau juga berpesan agar aku tak meninggalkan kelas atau tidak masuk tanpa izin, termasuk agar tak menjadikan lembaganya menjadi ajang uji coba.

Bismillah, semoga aku dapat menjalankan amanah ini dengan sebaik-baiknya.

Senin, 08 September 2014

Obsesi Taman Baca

Sabtu, 6 September 2014 aku mengikuti ACFFest (Anti Corruption Film Festival) di Hotel Kencana Purbalingga. Dari Cilacap bagian Barat aku dan seorang temanku (Akbar Bahaulloh) yang hadir sebagai perwakilan Sanggar Pena Desa.

Acara tersebut diselenggarakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerja sama dengan Managemen System International (MSI) didukung oleh USAID, serta CLC (Cinema Lovers Community) Purbalingga sebagai motor/panitia lokal. Dalam acara tersebut diputarkan beberapa film karya pelajar SMA Purbalingga berupa film pendek yang bertema anti korupsi dan nilai-nilai kejujuran. Di antaranya "Langka Receh", "Penghulu", "Boncengan", dan lain-lain (maaf, aku gak nyatet, jadi gak bisa nyebutin secara lengkap apalagi sama pembuatnya).

Nah, dalam acara tersebut juga ada sesi workshop Video Jurnalistik yang diisi oleh Dewi Laila Sari dari NETtv dan German G. Mintapraja, M.Sn satu-satunya kontributor untuk CNN dari Indonesia. Masing-masing pembicara menceritakan pengalamannya di dunia jurnalistik hingga memiliki prestasi yang luar biasa. Mereka juga memresentasikan tentang bagaimana menjadi seorang jurnalis warga baik dari segi teknis, etika dan norma yang harus dijaga. Salah satu kata kunci yang menarik buatku adalah "jujur". Ya, menjadi jurnalis haruslah jujur meskipun sekedar jurnalis warga.

Sepulang dari acara tersebut, aku jadi punya impian ingin membuat sebuah taman bacaan untuk anak-anak maupun warga desa. Tujuannya tentu saja untuk menumbuhkan minat baca warga sejak kecil. Impian ini tak lepas dari oleh-oleh yang diberikan ketua AJI Purwokerto, Aris Andrianto berupa setumpuk majalah TEMPO. Akh, semoga bermanfaat dan suatu ketika aku dapat mewujudkan impianku. Amiin...